***** SELAMAT DATANG DI WEBBLOG HALILINTAR BUDAYA, DAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA *****

Rabu, 21 Maret 2012

MENUJU BUDAYA KREATIF DENGAN AIR

Awal kehidupan
Franz Dahler menulis buku renungan filosofis mengenai asal-usul kehidupan alam semesta dan manusia dengan judul Pijar-Pijar Peradaban Manusia. Dengan mengacu pendapat dan teori ilmuwan dikatakan bahwa asal mula kehidupan adalah panas. Panas itu menimbulkan letusan dahsyat yang disebut big bang. Panas terserak ke mana-mana dan memadat. Ada yang tetap panas seperti matahari ada yang menjadi dingin seperti bumi dan bulan. Kemudian muncullah zat air dan oksigin. Sejak itulah terbit fase kehidupan di salah planet satu yang disebut bumi yang kita diami ini.
Yang penting kita mengerti adalah bahwa air – selain oksigen – adalah syarat mutklak adanya kehidupan, kehidupan yang berkelanjutan, baik tumbuh-tumbuhan, hewan dan terutama manusia. Maka para ahli berpendapat bahwa peradaban manusia sangat tergantung dari sikap dan pergaulannya dengan air.
Permasalahan air
Sekedar ilustrasi: Di mana ada sungai di situ ada pemukiman. Bahkan kota-kota besar di dunia adalah kota-kota di tepi sungai-sungai besar. London dengan S. Times. New York dengan S. Houdzon. Kairo dengan S. Nil. Tokio dengan S. Sumida. Jakarta dengan S. Ciliwung. Surabaya dengan S. Brantas. Jogjakarta dengan S. Krasak, dlsb.
Di Italia ada ribuan km saluran air yang diberi nama aqueduct dan sudah dibuat pada abad ke 4 SM, baik saluran terbuka, terowongan ataupun bertingkat. Di Belanda ribuan saluran lebar dibuat untuk transportasi dan wisata. Ketika menjajah Nusantara Belanda membuat ribuan km saluran air di P. Jawa. Belandalah satu-satunya negara yang jago ilmu air.
Perlu menjadi pengetahuan kita bahwa ada wilayah bumi dengan 4 musim ada yang hanya dua musim. Di wilayah empat musim, tidak pernah ada masa kemarau panjang yang menghabiskan air di sungai maupun di dalam tanah. Pada musim dingin air berubah menjadi es. Lainlah dengan wilayah tropis. Pada musim kemarau panjang air sungai menyusut drastis sampai kering. Air tanah tinggal yang di kedalaman di bawah ratusan m. Maka sumur asat. Jadi diwilayah tropis dengan sendirinya ada kerawanan air kehidupan.
Menariknya bahwa di wilayah bumi empat musim, pergaulan manusia dengan air jauh lebih eksploratif, kreatif, inovatif. Ilmu air berkembang. Ada Hydrobbiologi (ilmu hayati air), Hydro-ecology (ilmu air lingkungan), Hydraulic-Enginering (ilmu teknik rekayasa air) dlsb.
Mesin pompa pasti tidak diciptakan orang Indonesia, tapi orang dari wilayah 4 musim. Teknologi pemanfaat air berkembang. Di Eropah umumnya di mana-mana tersedia kran air langsung layak minum dan gratis. Air tidak sekedar untuk mandi, cuci, masak dan pertanian melainkan menjadi sarana transportasi dan wisata. Lainlah dengan di wilayah tropis kita. Hampir tidak ada apa-apanya. Semuanya berlangsung alamiah saja. Dimusim hujan, air di mana-mana. Kita mengeluh, menyalahkan hujan yang mengganggu aktivitas dan kenyamanan. Pesawat terbang yang jatuh pun yang dituduh jadi penyebab adalah cuaca buruk, hujan, air di bandara. Pada musim kemarau, sama saja mengeluh, kurang air. Gagal panen? Yang disalahkan juga iklim atau musim kemarau.
Budaya seperti apa yang kita lakukan di musim hujan yang berlimpah air? Begitu banyak air dicurahkan dari langit. Pada waktu itu juga air langsung langsung kembali ke laut. Yang tinggal di dalam tanah ya hanya yang dilakukan oleh alam. Tidak ada strategi dan teknik besar untuk membuat air hujan bertahan di tanah sampai musim kemarau datang. Bahkan, berbagai industri berbasis kayu malah mengganggu alam dengan membabat hutan. Dan ketika giliran musim kemarau datang, alam lagi yang disalahkan, kenapa hujan tidak datang-datang.
Singkat kata, sejarah pergaulan manusia tropis di Indonesia ratusan tahun lamanya tidak menunjukkan adanya peradaban yang mengagumkan. Peradaban manusia tropis Indonesia justru makin menyebabkan kemungkinan terjadinya kelangkaan air. Sejak tahun 1985 terjadi pembabatan hutan sebesar 1,6 juta hektar per tahun. Dan pada th 1997 meningkat menjadi 2,83 juta hektar pertahun. Pada hal di hutan itulah alam melakukan penyimpanan air. Jadi ancaman serius, yaitu kekurangan air akan dialami anak cucu kita di tahun-tahun yang akan datang.
Negara/pemerintah dan juga universitas tidak menunjukkan perannya yang siginifikan dalam membangun kebudayaan air di negeri kita ini. Hasil studi berupa teks-teks di perpustakaan mungkin saja banyak. Belum menjadi praktek yang dahsyat di lapangan.
Akankah hal ini dibiarkan berlanjut? Musim hujan mengeluh, musim kemarau mengeluh? Air kita cintai sebatas kita perlu untuk mandi, cuci, minum dan menanam, lebih dari itu kita benci sebagai sumber malapetaka dan bencana.

Pendekatan Budaya

Strategi kebudayaan dengan air

1. Membangun kesadaran
Kita perlu menyadari bahwa di wilayah tropis air tidak melimpah ruah sepanjang tahun seperti di wilayah empat musim. Dengan kata lain kehidupan kita sangat rawan dan selalu dalam ancaman kekurangan air. Tidak semestinya kita berkebudayaan “nggampangke perkaa” dengan air. Tidak hanya air yang di kemas dalam botol plastik yang berharga sehingga lebih mahal dari bahan bakar bensin. Air yang di mana-mana ini, apapun keadaannya sebenarnya sangat mahal. Menyia-nyiakan air sangatlah tidak menaruh hormat pada alam. Mengasah pikiran agar mengerti dan mengasah hati dan budi agar menghargai air adalah kewajiban orang di wilayah tropis. Kita perlu bergaul dengan air dalam pemikiran yang cerdas.
2. Memelihara air hujan.
Perlu strategi budaya di musim hujan agar air hujan sebanyak-banyaknya tertinggal di dalam tanah untuk cadangan di musim kemarau. Diperlukan visi dan misi dasar serta teknologi, dari yang alamiah sampai yang perlu rekayasa. Uang rakyat yang ada di kas negara / pemerintah semestinya dipergunakan juga untuk strategi budaya air ini dengan peran bersama secara aktif dan kreatif akademisi, universitas namun tetap berbasis kepentingan hidup masyarakat.
3. Pendidikan ilmu air sejak dini
Di negara tropis pendidikan ilmu air ditanamkan sejak dini baik di lingkup keluarga, masyarakat maupun institusi pendidikan formal. Hidrology semestinya lebih berkembang di wilayah triopis dari pada di wilayah 4 musim, minimimal tidak lebih rendah.
4. Kawasan Merapi
Wilayah Merapi memiliki posisi strategis untuk memulai kebudayaan eksploratif, kreatif dan integratif dengan air. Budaya menyelidiki, meneliti, ingin tahu seluk beluk air; Budaya membuat mencipta aktivitas konservasi; Dan Budaya memanggunakan air dengan mempertimbangkan berbagai nilai kehidupan di masyarakat. Strategi budaya air itu berskala serius, programatis dan berkelanjutan, justru karena di wilayah Merapi ada air sepanjang tahun. Akademisi, universitas, NGO dan tidak boleh lalai, negara / pemerintah sangat punya tugas mulia di Merapi ini. Jangan lagi hanya melirik Merapi ketika Merapi meletus, atau terkagum-kagum penuh nafsu melihat pasir Merapi.
5. Gerakan Masyarkat Cinta Air (GMCA)
GMCA sebagai embrio strategi kebudayaan eksploratif, kreatif dan integratif dengan air. Komunitas ini lahir sebagai rasa terima kasih kepada Tuhan yang memberi air jernih sepanjang tahun. Juga sebagai penghargaan kepada nenek moyang yang sudah melakukan berbagai karya kreatif yang mendasari kehidupan di Merapi, misalnya teknologi saluran manual di lereng-lereng tebing Merapi, hingga membuat lorong air sedalam 30 m sepanjang 100 m di dsn. Gemer. Sebagai penghargaan juga kepada para seniman dan budayawan Merapi yang memandang air sebagai yang suci. Dan sebagai rasa cinta kepada para petani yang dengan cara sederhana melakukan penyimpanan air di lahan-lahan pertanian mereka.
GMCA juga sebagai ajakan kepada negara/pemerintah dan akademisi/universitas serta lembaga-lembaga donor agar bersama masyarakat memulai strategi budaya eksploratif, kreatif , integratif dengan air.
Khusus kepada universitas dan akademisi, kami mengusulkan agar laboratorium Strategi Kebudayaan Kreatif dengan air dilakukan di Merapi. Dengan demikian kebudayaan universitas dan akademisi berpijak pada basis yang kuat yaitu masyarakat.
6. Penyusunan agenda bersama
Semoga workshop GMCA hari ini, tidak berhenti pada level teks dan kata-kata indah, melainkan membumi menjadi aktivitas budaya kreatif dengan air yang dapat diukur tahap-tahap kerjanya, prosesnya dan manfaat dan hasilnya.
Tidaklah ngayawara bila hari ini juga kita bisa menyusun agenda bersama untuk berjalan bersama menuju budaya eksploratif, kreatif dan integratif dengan air hingga makin terjaminlah cita-cita kita : Makin Ada Air – Ada Pangan – Ada Hari depan.

Budaya Air di Sunda

Budaya Air
Hampir semua kota dan desa di Pasundan ini memakai nama berawalan ci- atau cai-, yaitu air atau sungai. Hal yang mirip terjadi pada masyarakat Melayu atau Minangkabau, yang banyak menggunakan nama air, seperti Air Bangis dan Air Hadidi. Begitu pula di masyarakat Jawa yang dekat dengan Sunda, seperti Banyumas dan Banyutibo.
Mengapa air begitu vital bagi kehidupan masyarakat ini? Hal itu dapat dipahami dari cara hidup mereka sebagai petani, baik yang berladang maupun bersawah. Pertanian didasarkan pada air. Perkawinan antara tanah dan air melahirkan kesuburan, kehidupan manusia itu sendiri. Kita yang sekarang hidup dari bidang jasa (priayi atau menak modern) tidak peduli lagi pada air kecuali buat air mineral saja. Hidup kita tidak lagi tergantung pada air sehingga kita tidak peduli sungai kering semua.
Pada zaman Hindu-Indonesia, air ini disebut tirta amerta. Tirta tidak lain adalah air. Amerta adalah bentuk negasi dari merta, mortal, atau mort yang tak lain adalah kematian. Jadi, tirta amerta adalah air antikematian atau lazim dikenal sebagai air kehidupan. Air merupakan berkah dan setiap berkah itu transenden, bukan dari pengalaman dan pengetahuan manusia. Karena transenden, air bersifat sakral, suci, murni, inti (aci/sari), halus, dan tak tampak dalam dirinya sendiri.
Huma
Air pada masyarakat Sunda lama yang rata-rata hidup dari huma bersumber pada air hujan dan hutan. Itulah sebabnya, dewa hujan, Patanjala, begitu dikenal di masyarakat Sunda. Begitu pula Sunan Ambu, Yang Mulia Ibu Langit, menjadi populer. Curah hujan yang tinggi di Pasundan adalah berkah dari langit, yang menyuburkan padi huma, sawah, serta hutan.
Perhumaan berbeda dengan persawahan. Huma membuka tanah pertanian secara terbatas yang cukup untuk sebuah komunitas kecil. Komunitas terbatas di Pasundan adalah tuntutan akibat kehidupan huma mereka, yakni berpindah 3-5 tahun sekali untuk mencari humus baru. Itulah sebabnya, hutan cukup lestari di Pasundan, seperti halnya di luar Jawa. Akan tetapi, pada masyarakat sawah, hutan justru selalu dibabat untuk perluasan sawah dan hunian.
Bahwa air adalah tirta amerta bagi masyarakat Sunda dapat disimak dari gejala budaya mereka. Akibat wilayahnya yang berbukit, aliran-aliran sungai di Pasundan begitu banyak. Mungkin itulah sebabnya, banyak kampung dan kota bernama sungai, ditandai dengan awalan ci- itu. Aliran-aliran sungai besar dan kecil sering bertemu menjadi tempuran (Jawa) atau campuran (Bali). Inilah tempat ideal buat hunian.
Delta-delta semacam ini lazim dibangun sebagai kabuyutan. Dalam setiap kabuyutan selalu terkandung unsur-unsur hutan mata air dan artefak batu. Gejala ini sesuai dengan pola pikir tritangtu Sunda, yakni resi, ratu, dan rama. Resi adalah kebijaksanaan dan kehendak. Ratu adalah yang menjalankan kebijaksanaan atau kehendak baik tersebut, sedangkan rama adalah pelaku kebijaksanaan dan kehendak. Dalam lembaga sosial Sunda, kedudukan itu dijabat oleh pemegang adat buhun, raja, atau menak (sekarang gubernur), dan rakyat Sunda sebagai pelaku atau perwujudan kebijaksanaan itu.
Dalam zaman berkembangnya pantun-pantun Sunda, juga dalam ungkapan Sunda di pedesaan, inilah yang dinamakan "tiga puluh tiga pulau". Apa yang disebut "pulau" tak lain adalah kabuyutan tempat bertemunya dua sungai. Seperti telah diungkapkan, dalam setiap kabuyutan selalu ada mata air yang dianggap keramat. Kabuyutan semacam itu disebut pulo karena delta pertemuan dua sungai sering disambung dengan saluran buatan (walungan) sehingga kabuyutan benar-benar dikepung tiga aliran sungai dan menjadi pulau.
Air dari mata air kabuyutan ini, yang kadang lebih dari satu, dinilai keramat dan mendatangkan berkat. Tidak jarang, dalam ritual kampung, nasi atau bubur yang akan dijadikan kenduri bersama harus dimasak dengan air kabuyutan. Itulah makna air kehidupan itu, bahwa air merupakan berkah yang akan membawa kelestarian hidup di dunia. Hidup yang sehat di dunia memungkinkan manusia menjalankan ibadah yang diajarkan para resi dan diatur para penguasa.
Botol kemasan
Bagi masyarakat Sunda lama, yang sisa-siasanya masih hidup di daerah pedesaan Sunda sekarang, air bermakna kosmik perempuan. Perempuan adalah kehidupan itu sendiri. Tidak ada perempuan, tidak ada air, tidak ada kehidupan, yang ada hanya mortalitas. Pada masa lampau, kedudukan perempuan Sunda sama terhormatnya dengan mereka yang menghormati air kehidupan ini. Perempuan bukan dilihat dari segi seksualitasnya, melainkan dari segi keibuannya. Perempuan bagi Sunda itu selalu bermakna ambu atau ibu.
Tirta amerta atau air kehidupan ini senantiasa berada di dekat manusia Sunda, yakni dalam bentuk balong untuk personal dan lengkong atau situ untuk sosial. Makna sumur seperti dikenal dalam masyarakat Jawa sebenarnya asing bagi masyarakat Sunda. Sumur Sunda tak lain adalah mata air yang ada di mana-mana dan biasanya dikitari pohon-pohon raksasa yang sengaja dihutankan. Di Linggarjati, Kuningan, terkenal Tujuh Sumur Keramat yang sampai sekarang masih diziarahi. Sumur-sumur semacam itu di masyarakat Jawa disebut belik, yang biasanya muncul di tepi sungai bercadas.
Budaya air di Pasundan merupakan siklus alamiah yang menyatukan curah hujan, sungai, hutan, ladang, dan hunian. Karena ladang modern kita sudah pindah ke kantor ber-AC, kita tak peduli lagi curah hujan (bikin banjir), hutan, sungai, balong, situ, atau lengkong. Curah hujan bukan lagi berkat karena hutan telah gundul, sungai telah kering, dan mata air menjadi comberan. Kita hanya mengenal makna air dari botol kemasan air mineral.
(sumber: JAKOB SUMARDJO)

Minggu, 04 Maret 2012

ILMU BUDAYA DASAR

Ilmu Budaya Dasar adalah suatu ilmu yang mempelajari dasar dasar kebudayaan, pada perkuliahan jurusan sosiologi juga ada salah stu mata kuliah ini , namun jika untuk mengingat terlalu sulit bisa di ambil intinya saja agar tidak terlalu membebani pikiran otak. Budaya memang merupakan salah satu jiwa dari nilai nllai yang ada di dalam masyarakat.

Secara umum pengertian kebudayaan adalah merupakan jalan atau arah didalam bertindak dan berfikir untuk memenuhi kebutuhan hidup baik jasmani maupun rohani.
Pokok-pokok yang terkandung dari beberapa devinisi kebudayaan
1. Kebudayaan yang terdapat antara umat manusia sangat beragam
2. Kebudayaan didapat dan diteruskan melalui pelajaran
3. Kebudayaan terjabarkan dari komponen-komponen biologi, psikologi dan sosiologi
4. Kebudayaan berstruktur dan terbagi dalam aspek-aspek kesenian, bahasa, adat istiadat, budaya daerah dan budaya nasional
Latar belakang ilmu budaya dasar
latar belakang ilmu budaya dasar dalam konteks budaya, negara, dan masyarakat Indonesia berkaitan dengan permasalahan sebagai berikut:
1. Kenyataan bahwa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, dan segala keanekaragaman budaya yang tercermin dalam berbagai aspek kebudayaannya, yang biasanya tidak lepas dari ikatan-ikatan (primodial) kesukuan dan kedaerahan.
2. Proses pembangunan dampak positif dan negatif berupa terjadinya perubahan dan pergeseran sistem nilai budaya sehingga dengan sendirinya mental manusiapun terkena pengaruhnya. Akibat lebih jauh dari pembenturan nilai budaya ini akan timbul konflik dalam kehidupan.
3. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam teknologi menimbulkan perubahan kondisi kehidupan manusia, menimbulkan konflik dengan tata nilai budayanya, sehingga manusia bingung sendiri terhadap kemajuan yang telah diciptakannya. Hal ini merupakan akibat sifat ambivalen teknologi, yang disamping memiliki segi-segi positifnya, juga memiliki segi negatif akibat dampak negatif teknologi, manusia kini menjadi resah dan gelisah.
Tujuan Ilmu Budaya Dasar
1. Mengenal lebih dalam dirinya sendiri maupun orang lain yang sebelumnya lebih dikenal luarnya saja
2. Mengenal perilaku diri sendiri maupun orang lain
3. Sebagai bekal penting untuk pergaulan hidup
4. Perlu bersikap luwes dalam pergaulan setelah mendalami jiwa dan perasaan manusia serta mau tahu perilaku manusia
5. Tanggap terhadap hasil budaya manusia secara lebih mendalam sehingga lebih peka terhadap masalah-masalah pemikiran perasaan serta perilaku manusia dan ketentuan yang diciptakannya
6. Memiliki penglihatan yang jelas pemikiran serta yang mendasar serta mampu menghargai budaya yang ada di sekitarnya dan ikut mengembangkan budaya bangsa serta melestarikan budaya nenek moyang leluhur kita yang luhur nilainya
7. Sebagai calon pemimpin bangsa serta ahli dalam disiplin ilmu tidak jatuh kedalam sifat-sifat kedaerahan dan kekotaan sebagai disiplin ilmu yang kaku
8. Sebagai jembatan para saran yang berbeda keahliannya lebih mampu berdialog dan lancar dalam berkomunikasi dalam memperlancar pelaksanaan pembangunan diberbagai bidang mampu memenuhi tuntutan masyarakat yang sedang membangun serta mampu memenuhi tuntutan perguruan tinggi khususnya Dharma pendidikan
Ilmu Budaya Dasar Merupakan Pengetahuan Tentang Perilaku Dasar-Dasar Dari Manusia
Unsur-unsur kebudayaan
1. Sistem Religi/ Kepercayaan
2. Sistem organisasi kemasyarakatan
3. Ilmu Pengetahuan
4. Bahasa dan kesenian
5. Mata pencaharian hidup
6. Peralatan dan teknologi
Fungsi, Hakekat dan Sifat Kebudayaan Fungsi Kebudayaan
Fungsi kebudayaan adalah untuk mengatur manusia agar dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat untuk menentukan sikap kalau akan berbehubungan dengan orang lain didalam menjalankan hidupnya.
kebudayaan berfungsi sebagai:
1. Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompok
2. Wadah untuk menyakurkan perasaan-perasaan dan kehidupan lainnya
3. Pembimbing kehidupan manusia
4. Pembeda antar manusia dan binatang
Hakekat Kebudayaan
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia
2. Kebudayaan itu ada sebelum generasi lahir dan kebudayaan itu tidak dapat hilang setelah generasi tidak ada
3. Kebudayan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang memberikan kewajiban kewajiban
Sifat kebudayaan
1. Etnosentis
2. Universal
3. Alkuturasi
4. Adaptif
5. Dinamis (flexibel)
6. Integratif (Integrasi)
Aspek-aspek kebudayaan
1. Kesenian
2. Bahasa
3. Adat Istiadat
4. Budaya daerah
5. Budaya Nasional
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perubahan kebudayaan faktor-faktor pendorong proses kebudayaan daerah
1. kontak dengan negara lain
2. sistem pendidikan formal yang maju
3. sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju
4. penduduk yang heterogen
5. ketidak puasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
Faktor-faktor penghambat proses perubahan kebudayaan
1.faktor dari dalam masyarakat
* betambah dan berkurangnya penduduk
* penemuan-penemuan baru
* petentangan-pertentangan didalam masyarakat
* terjadinya pemberontakan didalam tubuh masyarakat itu sendiri
2. faktor dari luar masyarakat
* berasal dari lingkungan dan fisik yang ada disekitar manusia
* peperangan dengan negara lain
* pengaruh kebudayaan masyarakat lain