Komputer secara harfiah berasal dari Bahasa Inggris to compute
yang bermakna ‘menghitung”. Komputer berartim ‘mesin penghitung’. Tapi
di masa kini, seberapa sering kita menggunakan komputer untuk
menghitung?
Dalam pengertian demikian tak salah bila ada yang mengatakan bahwa
sejarah komputer sebenarnya sudah berlangsung 3000 tahun Sebelum Masehi,
saat meruju bangsa Bailonia yang sudah mengenal sempoa (abacus). Walau demikian, mesin hitung mekanis sendiri baru diciptakan oleh Wilhelm Schickard pada 1623 dan Blaise Pascal pada 1642.
Dengan ide Vincent Atanasoff mengenai penggunaan elektronika untuk
melakukan komputasi, John W Mauchly dan J Presper Eckert merintis
pengembangan perangkat yang disebut sebagai Electronic Numerical
Integrator and Computer (ENIAC). Barangnya gedhe banget sampai disebut
sebagai monster, dengan menyedot ribuat watt listrik dan menghasilkan
poanas luar biasa.
Pada zaman dulu, tentu orang tidak pernah berpikir bahwa perangkat
itu semakin lama semakin mengecil dengan apa yang kita kenal kini
sebagai PC alias Personal Computer yang mulai populer pada 1970an.
Bahkan mungkin orang juga kesulitan membayangkan ada komputer tablet,
notebook, netbook dkk.
***Bagaimana zaman sekarang? Di berbagai iklan ponsel maupun laptop, kita sering jumpai bahwa komputer sudah identik dengan Facebook dan Twitter. Pengaruh perkembangan sosial yang sangat cepat, pergolakan ekonomi yang semakin kuat, serta perkembangan kebudayaan yang lebih menonjolkan citra, manusia selalu disuguhi dengan kenyataan bahwa semua barang yang kita miliki adalah ketinggalan zaman dan dengan demikian harus dicarikan gantinya. Era perkembangan komputer yang perangkat lunaknya didominasi Microsoft juga mengajarkan demikian. Berbagai cara harus ditemukan dan dirancang untuk membuat kehidupan manusia lebih muda. Artinya, bahwa kehidupan manusia di masa kini selalu dalam keadaan sulit, dan membayangkan masa depan penuh dengan kemudahan-kemudahan.
Iklan yang menyodok dari berbagai sisi mengajarkan bahwa
barang-barang yang kita miliki sudah kuno, perlu update agar tidak
ketinggalan zaman. Ini merupakan zaman yang begitu tegas menyatakan
bahwa masa depan begitu pentingnya, sekaligus upaya untuk mengubur masa
lalu dalam-dalam. Komputer jinjing telah merevolusi era komputer berat
yang repot dan menyibukkan. Begitu juga dengan teknologi layar sentuh,
makin menunjukkan bahwa perkembangan kebudayaan semakion mengarah pada
hal-hal yang harus instan, begitu saja, tidak merepotkan.
Teknologi sedikit demi sedikit mulai bergeser dari seperangkat cara
untuk mempermudah kehidupan manusia menjadi bagian terpenting dari gaya
hidup. Pada 1995an di sekitar kampus saya, penyedia jasa rental komputer
begitu sulitnya ditemui. Kalaupun ada, kita harus mengantri berjam-jam
untuk sekedar mengetik tugas 1-2 lembar. Zaman kini, pengusaha yang
berani membuka usaha rental komputer di sekitar kampus, siap-siaplah
gulung tikar, itu tentu usaha yang sudah tidak masuk akal sehat. Kini
rata-rata setiap mahasiswa sudah menjinjing komputer jinjing kemanapun
dan dimanapun dia berada, di cafe, dekat kolam ikan, sampai di warung
kopi yang lusuh. Mereka tidak lagi menggunakan komputer sebagai mesin
hitung, melainkan mencari contekan tugas2 yang diberikan oleh dosen
malas, bersapa ria di Facebook, dan saling bersiulan di Twitter.
Bila semua dimensi kehidupan sudah berubah, begitu pula dengan
mentalitas manusia-nya. Sebagian dari mereka, generasi baru era Facebook
ini, terasa begitu malas bukan saja dalam arti fisik, tapi juga non
fisik. Untuk berkonsultasi suatu penulisan skripsi atau tesis, para
dosen sudah membuka layanan online. Tak perlu lagi bertatap muka untuk
menggali nilai-nilai kehidupan, karena itu dianggap merepotkan!
Benarkah?
Note: Tentang sejarah komputer bisa dibaca lebih jauh di
tulisannya Zatni Arbi “Dari Sempoa ke Komputer Tablet,” IntisariAgustus
2003 No. 481
0 komentar:
Posting Komentar